Petinggi Hanura Dukung Visi ARB

ARB dan Titiek Soeharto (paling kanan).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Regina Safri
VIVAnews
Belum Kepikiran Nikah, Ternyata Ini Kriteria Pria Idaman Ghea Indrawari
- Sejumlah alumni organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menyatakan mendukung visi, misi dan program Aburizal Bakrie (ARB) sebagai calon presiden. Mereka adalah petinggi Korps Alumni HMI (KAHMI), yaitu Prof Dr Laode Kamaluddin, Dr Fuad Bawazier dan Dr Sulastomo.

Bukan Hina Pemain Korea Selatan, Ernando Minta Maaf dan Jelaskan Alasan Joget Usai Gagalkan Penalti

Sulastomo, misalnya, mengaku mendukung visi dan program ARB tentang usulan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai upaya menyempurnakan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Gibran Bantah Presiden Jokowi Gabung Golkar


"Kita akan mengkaji ulang sistem bernegara, landasan cita-cita berbangsa dan bernegara kita," katanya kepada wartawan seusai melakukan pertemuan tertutup dengan ARB, di Jakarta, Kamis siang, 24 April 2014.

ARB dalam beberapa kesempatan mengungkapkan kerisauannya tentang sistem ketatanegaraan, terutama seputar ketidakjelasan sistem pemerintahan yang dianut Indonesia: presidensial atau parlementer. Menurut konstitusi, memang presidensial tetapi kenyataannya berjalan secara parlementer. Kuat atau tidak posisi presiden di negeri ini kerap ditentukan oleh dukungan politik di Parlemen sehingga mirip sistem parlementer.


Fuad Bawazier berpendapat sama, namun lebih menekankan pada perlunya kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) --seperti di masa Orde Baru-- sebagai panduan dalam pembangunan nasional. Dengan begitu, arah dan tujuan pembangunan nasional lebih jelas dan terarah, kata salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) itu.


Sementara menurut ARB, GBHN itu penting agar program pembangunan tidak berganti setiap kali berganti presiden. Akibatnya, pembangunan nasional tidak terarah dan tidak berkesinambungan.


"Jadi, (dengan adanya GBHN) program (pembangunan nasional) tidak berganti setiap ganti presiden," jelasnya.


Visi Maritim ARB


Lain halnya dengan Subandriyo, Sekretaris Jenderal Majelis Nasional KAHMI. Ia mengaku sangat setuju dengan visi ARB tentang pembangunan nasional berbasis maritim. Indonesia, katanya, harus memaksimalkan potensi kelautan Nusantara, karena sebagian besar wilayah Indonesia adalah laut.


Ia mengingatkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa maritim, yang hidup dari memberdayakan potensi sumber daya laut.


"Kalau maritim itu jadi basis ekonomi kita, di abad inilah kita akan menjadi bangsa besar. Pembangunan kemaritiman harus benar-benar dilaksanakan," katanya.


Partai Golkar dan ARB telah menyiapkan visi, misi, dan program jangka panjang pembangunan nasional hingga tahun 2045. Blueprint atau cetak biru pembangunan nasional di segala bidang sepanjang 30 tahun itu disebut Visi 2045: Negara Kesejahteraan.


"Ini adalah visi pembangunan jangka panjang yang ditawarkan Partai Golkar dengan tujuan pada 2045, bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Indonesia, negeri ini menjadi Negara Kesejahteraan, yang bersatu, maju, mandiri, adil, dan sejahtera," kata ARB.


Dijelaskan bahwa Visi 2045 itu dibagi dalam tiga tahap dasawarsa: pertama, tahun 2015-2025: menetapkan fondasi menuju negara maju; kedua, tahun 2025-2035: mempercepat pembangunan di segala bidang memasuki negara maju; dan ketiga, tahun 2035-2045: memantapkan Indonesia sebagai negara maju.


Di dalamnya memang memuat, di antaranya, penyempurnaan sistem ketatanegaraan --terutama upaya memperkuat sistem presidensial-- dan pembangunan ekonomi berbasis maritim. Dalam konteks kemaritiman, kata ARB, selama ini pembangunan di Indonesia memang melupakan aspek tersebut. Pembangunan lebih menggambarkan negara ini sebagai negara daratan, padahal sebagian besar wilayah adalah lautan.


Untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim, aspek budaya harus diperhatikan. Selama ini budaya maritim memang memudar.


"350 tahun budaya maritim dihilangkan dari orang Indonesia. Kita makan daging tidak makan ikan," ujarnya.


Untuk sisi pertahanan, ARB juga menilai sudah melupakan Indonesia sebagai negara maritim. Padahal wilayah maritim yang harus diamankan jauh lebih besar.


"Buat apa beli tank dua peleton, tiga peleton, kenapa tidak perbanyak armada laut untuk patroli di perairan. Saya kira kita butuh banyak kapal selam," ujarnya.


ARB bahkan mengatakan jika dipercaya rakyat menjadi presiden dia akan menunjuk seorang menteri senior khusus menangani masalah maritim. Selain itu Bappenas juga akan diminta merevisi konsep pembangunan agar bervisi maritim.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya