Ketua MPR: Masih Ada Politik Uang, Demokrasi RI Belum Matang

Politik Uang dalam Pemilu 2014. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • VIVAnews/ Amal Nur Ngazis
VIVAnews -
Joe Biden Sahkan Undang-undang yang Membuat Tiktok Terancam Diblokir
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Sidarto Danusubrata, menilai Indonesia belum bisa disebut negara demokrasi seutuhnya. Dia menilai, politik uang menjadi bukti bagaimana politik Indonesia masih karut marut.

Pakar Sebut Kehadiran Anies di KPU Tunjukkan Komitmen Prinsip Bernegara dan Berdemokrasi

"Kita bisa lihat dengan mata telanjang kondisi politik di Tanah Air masih berantakan," kata Sidarto dalam acara diskusi "
Jusuf Kalla Beri Selamat ke Prabowo-Gibran: Terima Kenyataan
Fenomena Konsultan Politik Dalam Industri Demokrasi " di Warung Daun, Jakarta Pusat, Minggu, 20 April 2014.


Dalam kondisi seperti itu, imbuh politisi senior PDI Perjuangan itu, Indonesia seharusnya segera berbenah dan menciptakan sistem politik yang rapi. Salah satu indikasi politik rapi adalah tak ada politik uang dan mampu mengikuti perkembangan politik di negara maju.


“Indonesia ini masih pada tahap demokrasi perkembangan. Proses untuk menjadi negara demokrasi yang matang masih membutuhkan waktu yang lama, jika tidak ada pembenahan mental seluruh rakyatnya," paparnya.


Namun, Sidarto bisa memahami mengapa demokrasi di Tanah Air belum berkembang pesat. Hal ini terkait dengan angka pendapatan per kapita masih rendah dan tingkat pendidikan masyarakat yang belum merata. Rata-rata pendidikan penduduk Indonesia, kata dia, adalah SMP.


"Secara tidak langsung, hal itu berpengaruh terhadap praktik kedewasaan politik setiap masyarakat pemilih dalam pemilu yang digelar," kata Sidarto.


Dia lantas membandingkan dengan tingkat pendidikan di negara-negara Eropa. Di sana, kata dia, paling rendah warganya lulus SMA sehingga jauh dari praktik politik uang. "Di sana (Eropa) masyarakatnya sudah mempunyai mental yang kuat, tidak membutuhkan materi," imbuhnya. (ren)




Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya