Eko Patrio: Pemilu 2009 Saya Habiskan Uang Rp375 Juta

Politikus PAN Eko Hendro Purnomo
Sumber :
  • ANTARA/Wahyu Putro A
VIVAnews
Pendeta Ini Ajak Jemaatnya Untuk Masuk ke Masjid dan Ungkap Hal Tak Terduga Ini
- Eko Hendro Purnomo atau Eko 'Patrio' menegaskan bahwa dia  tidak menggunakan popularitasnya sebagai artis dalam kampanye untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Sebab, kata politisi Partai Amanat Nasional ini, popularitas itu hanya 10 persen dari modal yang dibutuhkan seorang artis untuk menang.

Ternyata SYL Pakai Uang Peras Pejabat Kementan untuk Renovasi Rumah dan Perawatan Keluarga

Saat ini, kata dia, masyarakat sudah semakin cerdas dalam menentukan pilihannya. Sehingga, para caleg artis tidak akan terpilih jika hanya bermodal popularitas.
Ramalan Zodiak Kamis 18 April 2024: Taurus Alami Krisis Keuangan, Virgo Harus Menjauhi Orang Negatif


"Yang paling penting, pemetaan daerah pemilihan. Artinya, di dapilnya butuh apa sih. Kalau ada dialog komunikasi, serap aspirasinya. Itu sudah 50 persen modal," kata Eko, Senin 29 April 2013.


Sehingga, ujar dia, meski artis, caleg itu juga harus punya integritas dan kapabilitas. "Kalau bicara integritas, moral, perilaku," katanya.


Menurut dia, menjadi seorang caleg artis justru memiliki beban tersendiri. Sebab, masyarakat tidak lagi melihat popularitas. "Kami modal sosial tapi cuma 10 persen, tak pengaruh banget. Kalau cuma andalkan popularitas tidak terpilih. Ingat 2009, artis yang maju tapi tidak terpilih, karena niatnya masih minta dilayani, kalau sekarang harus turun sampai ke pasar-pasar," ujar dia.


Eko menceritakan, pada saat Pemilu 2009 lalu, dia hanya menghabiskan dana sebesar Rp375 juta untuk kampanye. Tetapi, untuk 2014 mendatang, ujar Eko, kemungkinan dananya akan lebih murah. "Saya sudah punya modal jaringan lima tahun, banyak program pemerintah yang saya komunikasikan," kata dia.


Eko mengakui, memang ada beberapa partai politik yang hanya memanfaatkan artis sebagai vote getter. Tapi di PAN , kata Eko, artis yang masuk harus melewati proses kaderisasi.


"Ada tes psikologi, tes narkoba, ada lembaga pengkaderan, workshop. Sebenarnya di PAN yang artisnya 5-10 persen ditolak," ujar dia.


Berbeda dengan zaman Orde Baru, Eko mengatakan, pada zaman itu, artis memang benar-benar digunakan sebagai vote getter. "Saat Orba, artis benar-benar jadi vote getter ditaruh di nomor-nomor gede. Sekarang pasar bebas, mau nomor urut berapa pun juga. Yang berkehendak berkeinginan artis bisa dipilih. Masyarakat sekarang sudah pintar. Mana artis abal-abal, mana yang cuma manekin saja," kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya