DPR: Pasal Penghinaan Presiden Masih Bisa Dihapus

Priyo Budi Santoso
Sumber :
  • ANTARA/Ismar Patrizki
VIVAnews - Pasal penghinaan terhadap presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi. Tapi kini pasal itu dimunculkan kembali oleh pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang KUHP yang telah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas bersama.
Diduga Terganggu, Komika Usir Ibu Menyusui dan Bayinya saat Pertunjukkan

Pasal ini menuai protes dari banyak pihak termasuk dari kalangan anggota parlemen. Mantan aktivis yang kini menjadi politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko, dan duduk di Komisi II DPR turut menyuarakan protes itu.
Depok Jadi Tuan Rumah Pembukaan Pendaftaran PPK untuk Pilkada 2024

Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, mengatakan pasal itu bisa saja dihapus dalam RUU dengan alasan demokratisasi. Tetapi, Priyo menegaskan, RUU itu masih dalam tahap pembahasan.
KPK Siap Dampingi Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran dari Potensi Korupsi

"Itu masih rencana, biarkan saja. Kita kan masih timbang-timbang. DPR kan bisa saja me-drop dengan alasan demokratisasi. Bisa saja kan kita revisi," kata Priyo, Jumat 5 April 2013.

Menurut Priyo, sistem pemerintahan di Indonesia adalah demokratis, bukan dipimpin oleh raja. Untuk itu, kata dia, jangan berfikir hal yang tidak baik dulu terhadap pasal tersebut. "Intinya kita dalam posisi yang masih mempertimbangkan," ujar dia.

Sementara, Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, Martin Hutabarat, menilai memang sangat perlu dibuat pasal khusus terkait penghinaan terhadap presiden. Sebab, selama ini penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden sangat sulit diproses di Pengadilan, karena Mahkamah Konstitusi sudah mendekriminalisasi ancaman hukumannya.

Sehingga berbagai hujatan yang terkesan menghina Presiden dan Wakil Presiden di muka umum, sulit ditindak oleh aparat.

"Sebab sangatlah tidak proporsional dan bertentangan dengan nurani dan rasa keadilan, seorang presiden yang juga kepala negara dihujat dan dilecehkan dengan kasar di depan umum, bahkan kadang-kadang sudah sangat keterlaluan, tanpa bisa ditindak," ujar dia.

Bahkan, kata Martin, penghinaan pada seseorang yang sudah meninggalpun diatur ancaman hukumannya, yaitu 1 tahun pidana.

"Oleh karena itu sebagai pencerminan dari negara Pancasila yang menjunjung tinggi peradaban, usulan pemerintah ini akan sungguh-sungguh dipertimbangkan," ujar politisi Gerindra ini.

Tapi, yang petlu direvisi adalah ancaman hukumannya. Dengan ancaman lima tahun penjara ini dinilai sangat berat.

"Saya kira terlalu berat dan akan kita pertimbangkan untuk diturunkan melihat kenyataan banyak juga yang menghujat itu adalah anak-anak muda yang karena terbawa emosi ikut-ikutan melakukannya, tanpa menyadari bahwa perbuatannya itu sudah melanggar hukum," ujar dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya