MK Didatangi 'Korban Penghitungan Tahap Tiga'

Marissa Haque
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVAnews - Kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi masih memanas. Namun, saat ini muncul lagi sekelompok orang yang menuntut keadilan ke MK. Mereka mengaku menjadi korban mafia pemilu

Mau Lebaran, Dua Kepala Sekolah Malah Jadi Tersangka Korupsi PPPK di Langkat

Kamis, 30 Juni 2011, ada tiga orang perwakilan yang mengaku menjadi korban penghitungan kursi DPR putaran ketiga. Mereka mendatangi gedung MK dan mengaku dirugikan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menjalankan perintah MK.

"Putaran ketiga DPR RI tidak sesuai dengan amar putusan MK. Pasalnya ada surat dari KPU kepada MK kemudian dijawab dan jawabannya itu salah besar karena bukan mengacu pada amar putusan MK, tetapi mengacu pada peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 Pasal 25 yang sebenarnya sudah dicabut oleh MA," kata salah satu perwakilan, Ashari di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Juni 2011.

Selain Ashari, perwakilan lain yang datang ke Gedung MK adalah Farouk S dari Dapil 9 Jabar (Hanura), dan Marissa Haque dari Dapil 1 Jabar (PPP). Mereka diterima oleh Juru Bicara MK, Akil Mochtar.

Menurut Ashari yang juga calon dari Hanura di Dapil VI Jatim ini, putusan KPU yang tidak mengacu pada putusan MK tersebut berakibat adanya 18 kursi haram di DPR. Menurut dia, Dalam putaran ketiga DPR itu juga terdapat mafia hukum dan mafia penempatan yang tidak mengacu pada putusan MK.

"Sebanyak 14 kursi dari Jabar, Jateng, Jatim dan 4 dari Sulawesi. Kami korban dari mafia putaran ketiga DPR RI yang seharusnya masuk namun diganti orang yang tidak memenuhi syarat. Mereka kan sudah tahu kalau peraturan KPU tentang penempatan caleg dalam putaran ketiga itu sudah dicabut, tetapi masih ditetapkan pada putaran ketiga DPR yang sekarang masuk itu. Mereka itu haram, ada 18 orang," ujarnya.

Sementara itu, Marissa Haque menambahkan, sebenarnya amar putusan MK itu sudah final dan mengikat. Tetapi KPU pura-pura tidak tahu dan bertanya lagi ke MK dan KPU sudah menyiapkan jawabannya yang berbentuk pilihan dan Mukhti Fajar yang menjawab surat KPU dan jawabannya tidak sesuai dengan amar putusan MK dan itu dijadikan dasar KPU untuk bermain.

"Tapi dalam hitungan 6 jam berubah dan itu kita menduga AN bermain secara signifikan dan memberikan penjelasan kepada media dengan membelokan seperti yang dia inginkan,"

"Ini kan tidak gratis, ada bandrol dan gratifikasinya. Kita tahu orang yang main, kalau dari PPP VD yang sekarang ada di Menag, dan ternyata setiap partai punya calo. Kabiro Hukum KPU yang bernama Sgt itu tangan kanannya Andi Nurpati," kata Marissa.

Ketiga perwakilan korban mafia ini mengaku sudah melaporkan hal ini ke berbagai instansi sejak 2 tahun lalu. Namun tidak ada tindakan hukum yang dilakukan.

"Begitu putusan kita sudah lapor. Kita sudah melapor ke MK tapi ditolak, alasannya terlanjur PHPU sudah selesai. Ke Bareskrim juga ternyata seperti itu, ke PT TUN juga nggak terselesaikan. Kita juga sudah lapor ke KPK,"

"Itu adalah kejahataan demokrasi dan perlu dituntaskan dan dibongkar karena mencederai demokrasi. Kejahatan pemilu adalah kejahatan demokrasi" ujar Ashari.

Sementara itu, juru bicara MK, Akil Mochtar menyarankan agar korban-korban mafia ini agar melapor ke Panja saja karena yang mereka tanyakan adalah soal surat MK yang menjawab surat KPU menjelaskan soal itu. Surat MK juga clear, hanya KPU saja yang menetapkan lain menurut mereka.

"Yang dipersoalkan bukan putusan MK. Kalau putusan MK clear tidak ada masalah. Itu soal penetapan kursi DPR hitungan tahap III oleh KPU yang tidak sesuai dengan keputusan MK," ujar Akil.

Stefano Pioli dan para pemain AC Milan

AC Milan Jangan Gegabah Ganti Pioli dengan Conte

Masa depan Stefano Pioli bersama AC Milan masih belum ada kejelasan. Sempat beredar kabar jika dia takkan lagi menjadi pelatih di musim depan.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024