Ada "Markus" di Kasus Pailit TPI

VIVAnews - Upaya penegak hukum dalam memberantas makelar kasus atau yang dikenal dengan sebutan "Markus" memang tugas berat. Hal itu juga dirasakan dalam kasus pailit TPI, di mana banyak kejanggalan diputuskannya dan diterimanya pihak pemohon pailit oleh Pengadilan Niaga.

Keberadaan "Markus" tersebut dirasakan Direktur Utama TPI Sang Nyoman Suwisma. "Sangat berbahaya sekali jika kita menyerahkan segala sesuatu pengurusan atau proses pemberesan harta pailit kami kepada orang lain yang tidak ada hubungannya dalam perkara ini," kata dia melalui siaran pers yang diterima VIVAnews di Jakarta, Senin, 16 November 2009.

Dia mengakui, yang disangka "Markus" tersebut adalah pihak lain yang disebut-sebut mendapat tugas pemberesan kasus sengketa TPI yang mengaku seorang pengusaha batu bara berinisial RB (tanpa penyebut namanya). ""Orang ini juga pernah menghubungi saya untuk mengajak bertemu tapi tidak jadi," tutur Nyoman.

Bahkan, Nyoman mengatakan inisial itu pernah terungkap ketika ada rapat pertemuan antara Hakim Pengawas, tim kurator dan Direksi TPI di Jakarta Pusat pada Rabu lalu (4 November 2009). "Sungguh aneh ada seseorang yang tidak memiliki hubungan dengan kasus ini secara langsung, tetapi sangat kuat terasa pengaruhnya," ujarnya.

Dia membeberkan, adanya kekuatan yang mendorong pemailitan TPI terlihat dalam proses pengadilan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Mulai dari pihak kreditor yang diajukan pengacara Crown Capital Global Limited (CCGL). Salah satunya adalah Asian Venture Limited yang jelas-jelas tidak lagi memiliki tagihan kepada TPI, tetapi diterima oleh Majelis Hakim sebagai salah satu kreditor.

Begitu rumitnya masalah utang TPI, tetapi dianggap oleh Majelis Hakim sebagai permasalahan hutang yang sederhana, sehingga masuk dalam ranah Pengadilan Niaga untuk pailit.

Hal lain lagi yang aneh adalah terburu-burunya Majelis Hakim memutuskan, di mana pihak pemailit memberikan data diakhir-akhir persidangan, sementara pihak TPI tidak diberikan kesempatan memberikan tanggapan atas bukti baru yang diberikan kreditor.

Lebih konyol lagi adalah bukti yang dipakai Majelis Hakim yaitu laporan keuangan seakan-akan Hakim tidak mengerti bahasa Inggris. Hal-hal inilah yang disinyalir bahwa ada 'tangan-tangan' yang 'mengatur' dalam perkara itu.
   
Hal senada diungkapkan Kuasa Hukum TPI, Marx Adryan yang merasa keberatan terhadap tim kurator yang dinilai tidak independensi karena ada salah satu anggota tim yang direkrut merupakan orang yang dituding mempunyai konflik kepentingan atas perkara tersebut.

Dia bersikukuh, meski kliennya dianggap memiliki iktikad baik tetapi dirinya tetap menginginkan agar semua proses kepailitan tersebut bisa memenuhi unsur keadilan.
 
Sekedar mengingatkan, kasus ini berawal ketika Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta yang dipimpin Maryana memutus pailit PT Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) atas permohonan pailit yang diajuan Crown Capital Global Limited pada 14 Oktober 2009.

Putusan pailit TPI yang kontroversi ini dimulai pada 1993, ditandatangani perjanjian utang-piutang antara TPI dengan BIA (Brunei Investment Agency) sebesar USD50 juta. Atas instruksi pemilik lama (Siti Hardiyanti Rukmana), dana dari BIA itu tidak ditransfer ke rekening TPI, tapi ke rekening pribadi pemilik Tutut.

Pada 1996, Presiden Direktur TPI, Siti Hardiyanti Rukmana mengeluarkan surat utang subordinated bond (sub-bond) sebesar USD53 juta. Utang ini dibuat sebagai bentuk rekayasa untuk mengelabui publik atas adanya pinjaman dari BIA yang seolah-olah masuk untuk keperluan TPI. Namun ternyata uang yang masuk dari Peregrine Fixed Income Ltd itu masuk ke rekening TPI pada 26 Desember 1996. Namun, selang sehari, yakni pada 27 Desember 1996, dengan jumlah yang sama ditransfer kembali ke rekening Peregrine Fixed Income Ltd. “Barang (uang) itu hanya mampir saja di TPI” 

Setelah utang itu dilunasi TPI, dokumen-dokumen surat utang asli sub-bond tersebut disimpan oleh pemilik lama yang diduga diambil secara tidak sah oleh Shadik Wahono (kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Cipta Marga Nusaphala Persada).

Aroma konpirasi mulai tercium, pada 2004 diketahui bahwa dokumen surat utang - yang sudah dilunasi TPI ternyata diperjualbelikan dari Filago Ltd kepada Crown Capital Global Limite (CCGL) tertanggal 27 Desember 2004. Dari hasil penelusuran, bahwa Filago Ltd yang beralamat di Wijaya Graha Puri, Blok A No 3–4, Jalan Wijaya 2, Jakarta Selatan ternyata masih berhubungan dengan pemilik lama TPI.

antique.putra@vivanews.com

Berduka Atas Meninggalnya Ayah Nassar, Inul Daratista Beri Doa Terbaik
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Kubu Anies dan Ganjar Ingin Hadirkan Menteri jadi Saksi di MK, Airlangga Hartarto Beri Jawaban

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, buka suara terkait permohonan kubu Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (AMIN) yang memintanya jadi saksi di MK

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024